Laman

Senin, 11 Oktober 2010

CATATAN SEORANG IBU



            Belakangan ini Ibu melihatmu kelihatan sibuk yang lain dari biasanya, Anakku. Sering sekali engkau utak-atik hape atau duduk berlama-lama di depan komputer. Sering pula engkau berdiskusi bersama teman-temanmu dengan penuh semangat. Tapi sekali waktu Ibu memergokimu kelihatan loyo, tanpa semangat. Maka Ibupun mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan dirimu. Ketika engkau sedang pergi, kuberanikan diri membuka catatan-catatanmu. Banyak sekali tulisanmu, Nak. Agenda ini, agenda itu. Topik ini, topik itu. Sebagian besar tulisan itu tentang pertanian, tentang pekerjaanmu saat ini yakni THL-TBPP. Kubaca pelan-pelan dengan serius agar dapat menangkap makna tulisan-tulisan ini dengan baik.
            Dalam tulisanmu engkau bercerita tentang dunia pertanian Indonesia dulu, kini dan harapan di masa mendatang. Lalu engkau menghubungkannya dengan nasibmu dan kawan-kawanmu (sesama THL-TBPP) sekarang dan kemungkinan kelanjutannya ke depan. Sebagai seorang Ibu, aku menangkap adanya harapan dan kecemasan yang bercampur aduk tersirat dari tulisanmu itu, Nak. Ya, Allah rupanya ini yang menjadi biang masalah kenapa Anakku terkadang duduk termenung. 
            Engkau benar dalam tulisanmu bahwa tantangan dunia pertanian ke depan akan semakin berat. Seperti katamu, anatomi, struktur dan kultur dunia pertanian kita sangat khas. Kepemilikan lahan yang sempit misalnya, adalah contoh yang paling menonjol. Tidak seperti di Thailand, Jepang dan Amerika Serikat di mana seorang petani mengelola lahan garapan hingga puluhan hektar. Maka dengan kondisi dan status kepemilikan lahan yang demikian menurutmu, mungkin menurut sebuah referensi, pola pembinaan petani yang paling tepat adalah pola pembinaan kelompok. Lalu engkau menyinggung-nyinggung soal Revitalisasi Sumberdaya Manusia Pertanian (SDMP) dan Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta hubungan timbal balik antara keduanya. Katamu Revitalisasi SDMP harus dilakukan secara simultan dengan Revitalisasi Kelembagaan Petani, karena keduanya terkait erat. Yah, mungkin maksudmu Revitalisasi SDMP dan Revitalisasi Kelembagaan Petani adalah ibarat dua sisi mata uang, keduanya saling melengkapi dan saling ‘mengesahkan’. Jelasnya, keberadaan dan kiprah kelompok tani, gabungan kelompok tani atau apapun namanya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan kiprah penyuluh pertanian.
            Engkau benar Anakku, jika dulu di sekitar tahun 1970-an Koes Plus, salah satu grup band paling populer saat itu, dengan riang bernyanyi “Bukan lautan hanya kolam susu .. Kail dan jala cukup menghidupimu .. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. Ikan dan udang menghampiri dirimu”, maka kini di mana ada kehidupan semudah itu ? Surga kemudahan kehidupan masa lalu itu sudah lewat. Di usia yang sudah memasuki senja ini, Ibu ikut menjadi saksi betapa kehidupan petani pada masa ini dikepung oleh berbagai tantangan, yang semuanya berat. Maka sungguh mulia kehendak orang-orang yang menetapkan dirinya menjadi pendamping petani. Sungguh, Ibu bangga kepadamu Nak, karena engkau rela menjadi bagian dari kelompok yang membaktikan dirinya pada tujuan-tujuan mulia seperti ini. Harapan dan do’a Ibu, semoga kemuliaan cita-citamulah yang akan menghantarkanmu pada kehidupan yang lebih baik dan nasib yang lebih pasti.
            Anakku, Ibu menulis catatan ini saat engkau tertidur lelap. Ibu menangkap guratan-guratan lelah di wajahmu. Ibu jadi teringat akan saat-saat melahirkanmu dulu, saat-saat yang paling sulit dan menegangkan  bagi seorang Ibu. Lalu perlahan tapi pasti engkaupun tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini. Anakku, suap demi suap makanan yang masuk ke tubuhmu dan kemudian menjadi kerangka tubuh dan daging adalah berasal dari bahan makanan yang dihasilkan oleh petani Indonesia. Maka wajar jika di dalam tubuhmu mengalir darah dan semangat petani. Jadi Anakku, sebenarnya engkau ini adalah ANAK-ANAK PETANI INDONESIA. Meminjam istilah anak-anak muda sekarang, engkau Indonesia banget. Ada salah satu temanmu yang berseloroh, “kan Ibu beli beras itu dari petani, bukan minta”. Tapi temanmu yang lain dengan cepat menukas, “ya tapi kalau tidak ada beras (bahan pangan) uangnya mau dibelikan apa? Apa mau dibelikan setumpuk pasir terus digoreng?” He .. he .., Ibu suka dengan dialog-dialog kecil dan segar ini. Sederhana, lugas tapi sarat pesan dan menggugah kesadaran.
            Maka esok hari ketika engkau terbangun dan matahari pagi mulai menyapa dunia, segarkanlah pikiranmu, teguhkan semangat dan cita-citamu untuk kebangkitan dunia pertanian Indonesia. Lakukanlah yang terbaik selagi engkau bisa. Jangan pernah patah semangat dan jangan pernah ragu, karena engkau berada dalam jalur perjuangan yang benar. Anakku, ingatlah baik-baik, jika bukan engkau, kalian-kalian ini, siapa lagi yang akan menjadi penerus pendahulu-pendahulumu untuk membaktikan diri menjadi pendamping petani. Mungkin ini yang engkau maksud dengan istilah REGENERASI PENYULUH PERTANIAN. Jika benar begitu, maka menurut Ibu regenerasi penyuluh pertanian adalah suatu kemestian.
          Anakku, di akhir tulisan ini Ibu ingin mengatakan bahwa Ibu sangat sayang padamu. Serasa Ibu ingin menggendong dan menimangmu seperti dulu lagi, tapi itu jelas tak mungkin karena engkau sudah sebesar ini, sementara fisik Ibu sudah mulai rapuh. Semoga perjuanganmu yang panjang dan tidak mengenal lelah ini akan segera membuahkan hasil seperti yang engkau dan teman-temanmu harapkan. Amin, allahumma amin.

Bumi Argopuro, Sabtu 6 Maret 2010


... lembah nan subur .